Banyak orang yang memaknai Idul Fitri sebagai hari kemenangan. Lalu, siapa yang menang?
Analis Equity Research Danareksa, Naya Tirambintang mengatakan bahwa Lebaran adalah hari kemenangan Peritel. Menurut riset ini, umumnya menjelang Lebaran keuntungan pedagang eceran meningkat secara signifikan hingga 3-6 kali lipat dari biasanya. Hampir sama dengan pendapat analis Danareksa, saya juga pernah mendengar dari seorang broker saham bahwa menjelang hari raya Idul Fitri, harga saham-saham perusahaan ritel di Bursa Effek Indonesia biasanya naik, karena adanya ekspektasi peningkatan pendapatan. Hal serupa juga saya dengar dari seorang pemasar perusahaan biskuit, bahwa siklus penjualan biskuit dan makanan/minuman ringan biasanya memuncak pada menjelang hari raya Idul Fitri. Kemudian, dengan adanya tradisi mudik lebaran, meskipnn saya belum pernah membaca datanya, bukan tidak mungkin, bahwa perusahaan perusahaan transportasi juga menikmati siklus naiknya pendapatan/revenue pada waktu hari raya Idul Fitri.
Kegiatan Ibadah umat Muslim juga mengalami siklus yang serupa dengan siklus pendapatan para pengusaha di atas. Pada bulan Ramadhan jumlah jemaah salat biasanya jadi lebih banyak. Donasi yang diterima oleh Lembaga-lembaga pengelola Zakat, Infaq & Sadoqah meningkat. Hal ini karena Ibadah-badah yang dilakukan pada bulan Ramadhan telah dijanjikan akan mendapat bobot penilaian yang lebih besar dari pada Ibadah-badah yang dilakukan pada bulan lainnya.
Kemenangan pengusaha/peritel/pedagang eceran yang berhasil memanfaatkan momen hari raya Idul Fitri mudah sekali diukur dan akan tampak pada laporan keuangan. Tetapi kemenangan umat muslim yang mendapat kesempatan menjumpai Ramadhan, tentu tidak mudah diukur, antara lain karena "puasa itu untuk Nya". Jadi semestinya belum tepat kita menyebut Idul Fitri sebagai hari kemenangan. Konon, Rasulullah dan para sahabatnya justru menangis di hari-hari terakhir Ramadhan, karena Ramadhan akan pergi dan tak ada satupun kepastian mereka akan berjumpa lagi dengan bulan penuh ampunan itu.
Pada suatu dini hari setelah sahur di bulan Ramadhan 1434 H, saya menyimak uraian KH. Wahfiudin Sakam di TV mengenai Idul Fitri. Kata KH. Wahfiudin, mengartikan 'Idul Fithri dengan "kembali pada fithrah" atau "kembali pada kesucian" merupakan pengertian keliru. Menurut KH. Wahfiudin , kata "fithri" terkait dengan aktivitas berbuka dari puasa. Jadi 'Idul Fithri adalah hari raya dalam menyambut keberhasilan menahan diri dari makan, minum, dan hawa nafsu. Beberapa hari kemudian saya juga menyimak uraian DR. M. Quraish Shihab di sebuah TV mengatakan bahwa kalau pun disebut kemenangan, Idul Fitri baru kemenangan dalam satu pertempuran, bukan kemenangan dalam perang.
Meskipun demikian, Idul Fitri adalah hari raya, selayaknya umat muslim gembira dan bahagia pada hari tsb. Pada hari Idul Fitri umat muslim dianjurkan memakai pakaian yang bagus, dan bahkan tidak diperbolehkan berpuasa. Saya menduga Rasulullah ingin mengajarkan kita untuk menghargai setiap langkah menuju peningkatan iman, takwa dan amal kebajikan. Jadi mari kita rayakan Idul Fitri dengan suka cita dan berdoa semoga kita bisa berjumpa dengan Idul Fitri (dan Ramadhan) yang akan datang
Selamat Idul Fitri. semoga Allah menerima ibadah kita.
No comments:
Post a Comment
You can use HTML tags.