Wednesday, March 27, 2024

Antara NU, Muhammadiyah, dan Saya

Tahun 2024 ini, ada yang memulai ibadah puasa Ramadhan pada tanggal 11 Maret 2024, ada juga yang memulai ibadah puasa pada tanggal 12 Maret 2024. Umat muslim Indonesia yang mengikuti keputusan Sidang Isbat Kementerian Agama memulai puasa pada tanggal 12 Maret 2024. Demikian juga para warga Nahdlatul Ulama. Sedangkan warga Muhammadiyah memulai puasa sehari sebelumnya, yaitu tanggal 11 Maret 2024.
Saya memulai puasa Ramadhan pada tanggal 12 Maret 2024. Apakah ini artinya saya adalah warga atau pengikut Nahdlatul Ulama ? Tidak juga, alasan saya memulai puasa pada tanggal 12 Maret 2024, adalah: pertama, mengikuti keputusan pemerintah; kedua, mengikuti keluarga di rumah yang menyediakan makanan berbuka dan sahur (jika tidak, saya akan lebih repot untuk berbuka dan sahur).
 
Sewaktu saya masih usia anak anak, agak sering saya mendengar pertanyaan dari teman teman saya : "Kamu Islam NU atau Islam Muhammadiyah? ".  Karena ini pertanyaan anak anak,  maka boleh tidak dianggap serius. Namun,  andai ini pertanyaan serius,  saya tidak pernah bisa menjawabnya. Pengaruh NU dan pengaruh Muhammadiyah di keluarga saya hampir berimbang. Semasa saya usia anak anak,  kami beberapa kali pindah rumah. Ada masa kami tinggal di lingkungan yang dominan NU. Ada masa kami tinggal di lingkungan yang dominan Muhammadiyah. Bahkan ada masa kami tinggal di lingkungan yang dominan non muslim.
Kami pernah tinggal di rumah yang letaknya hampir di tengah tengah antara mesjid NU dengan mesjid Muhammadiyah. Waktu itu, untuk ibadah shalat Jumat saya lebih sering shalat di Mesjid Muhammadiyah. Sebabnya, mesjid Muhammadiyah lebih luas, sehingga peluang saya lebih besar untuk dapat tempat di dalam ruangan mesjid. Sedangkan mesjid NU lebih kecil, kalau saya tidak datang lebih awal, kemungkinan saya hanya dapat tempat di teras atau malah di halaman mesjid. Semasa tinggal di rumah itu, untuk ibadah shalat tarawih, saya juga ke mesjid Muhammadiyah. Sebabnya, shalat tarawih di mesjid Muhammadiyah lebih singkat (hanya 11 rakaat), sedangkan tarawih di mesjid NU lebih lama,  23 rakaat. 
Ada hal menarik yang saya ingat di mesjid Muhammadiyah ini. Setiap shalat subuh, Imam selalu membaca doa Qunut. Padahal banyak anggapan bahwa, Muhammadiyah tidak baca doa Qunut waktu shalat subuh.
 
Sampai dengan hari ini, dalam hal memulai (dan juga mengakhiri) puasa Ramadhan, saya selalu mengikuti keputusan pemerintah, yang selalu bersamaan dengan jadwal puasa warga Nahdlatul Ulama. Namun untuk ibadah shalat tarawih, saya selalu memilih Mesjid atau Mushola yang menyelenggarakan tarawih 11 rakaat (yang juga merupakan jumlah rakaat tarawih warga Muhammadiyah). Untuk ibadah shalat Jumat,  saya lebih sering shalat Jumat di Mesjid yang hanya satu kali adzan (ini yang dilaksanakan di Mesjid mesjid Muhammadiyah). Ini bukan saya sengaja, hanya kebetulan Mesjid dekat kantor saya adzan 1 kali (meskipun tidak disebut sebagai mesjid Muhammadiyah).


Tahun lalu, saya dapat kabar, Muhammadiyah memutuskan, bahwa waktu subuh mundur sekitar 8 menit dari waktu sebelumnya, sebagaimana di gambar di atas,  dan juga
Sepertinya Anda bisa menebak apa yang saya lakukan. Benar, selama Ramadhan ini, saya mengikuti jadwal subuh Muhammadiyah, dan waktu puasa saya menjadi 8 menit lebih singkat.
Saya tidak berharap mendengar lagi pertanyaan: "Kamu Islam NU atau Islam Muhammadiyah? ". Saya tidak ingin menjawabnya.

No comments:

Post a Comment

You can use HTML tags.