Saturday, June 23, 2007

Menghentikan Kekaguman Kita Atas Jakarta

"John Travolta makan kue cucur, Jakarta koq makin ancur?!". Tulisan di spanduk warna jingga ini terpampang di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Apakah John Travolta doyan kue cucur? Yang jelas, tampaknya pembuatnya ingin menyampaikan pesan bahwa Jakarta makin tidak nyaman. Hal tersebut mengingatkan saya pada tulisan Prie GS yang berjudul KEPADA ENGKAU YANG DI JAKARTA.
Prie GS menulis: "..meski telah penuh sesak, orang-orang tetap berduyun-duyun mendatangi kota ini.... ... Jakarta sudah tidak dapat lagi disebut sebagai kota, melainkan kamp pengungsian semata. Akan tetapi, kita jugalah pihak yang ikut menyemangati arus pengungsi itu. ... kita biarkan Jakarta menyihir kita....kita terpaku pada cerita seribu satu malam yang penuh mimpi. ... tentang pengamen jalanan yang sukses rekaman di Jakarta dan hidup bak pangeran. ...buruh rendahan yang diubah Jakarta menjadi pengusaha kaya. ...pegawai kroco yang sukses menjadi petinggi karena pindah ke Jakarta. Cerita yang membius ini kita embuskan berulang-ulang pada anak-anak kita. Jika ingin maju Jakarta tempatmu. Jika ingin mencari kerja dan kaya raya datanglah ke Jakarta. .... ....tidak sulit meramalkan jika penggerudukan atas Jakarta memang akan sukses luar biasa. ...tidakkah engkau tergerak untuk menghentikan kekaguman kita atas Jakarta? Ia adalah kota yang sakit dengan bermacam kanker bersemayam dalam tubuhnya. Adalah mengherankan jika kita masih saja mendatangi Jakarta cuma untuk mempercepat kota itu menuju ajal."  
Saya sangat sependapat dengan kekhawatiran Prie GS. Jakarta mungkin saja sedang menuju ajal. Tetapi yang bagi Prie GS mengherankan, belum tentu mengherankan untuk para pendatang Jakarta. Menurut cerita seorang sahabat saya, teman-teman sebayanya tidak ada lagi yang tinggal di desa asalnya, daerah di di kaki Merapi, Jawa Tengah. Seusai menamatkan sekolah mereka pergi ke kota-kota besar, terutama ke Jakarta. "Lha, kalau tetap di kampung mau kerja apa?" katanya.
Seorang adik kelas saya, engineer di sebuah perusahaan asing, kena PHK sewaktu krisis moneter. Dia kembali kerumah orang tuanya di Jawa Timur. Namun keinginannya untuk mendapat pekerjaan di daerahnya tidak pernah tercapai. Panggilan wawancara kebanyakan datang dari perusahaan-perusahaan di Jakarta. Akhirnya kembali juga dia ke Jakarta. 
Dua cerita di atas menunjukkan orang datang ke Jakarta bukan selalu hanya karena tersihir oleh "cerita seribu satu malam yang penuh mimpi". Dalam beberapa hal, Jakarta memang lebih mampu menyediakan berbagai kesempatan bagi anak-anak muda terdidik dan yang punya keahlian, dan peluang untuk mereka yang berbakat. Jakarta mampu memuaskan mereka yang sedang penuh semangat dan punya nyali. 
Pemerintah DKI selalu disibukkan dengan berbagai usaha membendung berduyun-duyunnya pendatang ke Jakarta. Dari mencegat pendatang baru setiap usai Lebaran, razia KTP, dan lain-lain. Namun saya meragukan keberhasilan usaha-usaha ini. Saya kira pertanyaan Prie GS: ".....TIDAKKAH ENGKAU TERGERAK UNTUK MENGHENTIKAN KEKAGUMAN KITA ATAS JAKARTA?" perlu direnungkan oleh Pemerintah DKI, Pemerintah pusat dan semua yang peduli dengan Jakarta. Termasuk Calon-calon Gubernur DKI yang kini sedang giat berkampanye. 
Usaha menghentikan kekaguman terhadap Jakarta tidak harus dilakukan dengan meredupkan "cahaya" dan pesona Jakarta, tetapi bisa dengan membuat kota/daerah lain di luar Jakarta menjadi "bersinar" dan memiliki pesona yang memikat seperti Jakarta. Agar anak-anak muda yang penuh semangat itu punya alternatif selain pergi ke Jakarta. Agar Jakarta yang telah sarat beban ini tak segera menemui ajalnya, dan tertolong dari "bermacam kanker yang bersemayam dalam tubuhnya". Pemerintah DKI seharusnya dapat berinisiatif dan aktif mengusahakannya. Memang tidak mudah dimengerti, mengapa Pemerintah DKI harus mendorong kemajuan daerah di luar DKI? Tetapi, kalau hal itu memang untuk kepentingan DKI, mengapa tidak? Selamat Ulang Tahun, Jakarta!

5 comments:

  1. meski jakarta dah penuh sesak..namun jakarta masih menarik perhatian..met ultah jakarta..

    ReplyDelete
  2. Meski Mas Prie GS heran banyak orang yg terus datang ke Jakarta, sy ngga heran kalau penggemarnya Mas Prie justru banyak yg di Jakarta.

    ReplyDelete
  3. @ Cempluk
    bukan cuma masih, Jakarta semakin menarik. Mas Cempluk minat ke Jakarta juga?
    'met kenal, Mas.
    Kayaknya Surabaya menarik juga, lho..

    ReplyDelete
  4. @Anonymous

    Ngefans sama Prie GS juga, ya?

    ReplyDelete
  5. Lhaa.. Sayah itu pernah usul waktu Jakarta banjir kemaren.. Jakarta ituh kukutan aja.. pindahan..

    (kemana, Tik?)

    Lha ituuu... :D

    ReplyDelete

You can use HTML tags.