Monday, November 11, 2013

Komunitas Tangan Di Bawah

Bulan lalu, saya baca posting Facebook dari Lidya, teman saya yang tinggal di Bandung, mengenai pengemis dan anak Jalanan di Bandung yang menolak dipekerjakan sebagai petugas kebersihan, karena merasa dibayar rendah. Konon Walikota Ridwan Kamil menawarkan Rp 700 ribu/bulan, sedangkan mereka minta dibayar Rp4 juta hingga Rp10 juta per bulan. Saya jadi ingat pada sebuah tulisan melalui email yang diforward oleh seorang teman pada tahun 2006 yang lalu. Menurut tulisan yang konon dari "Sahabat Anak" itu pendapatan anak jalanan yang mengemis dan mengamen di Jakarta bisa mencapai Rp 20.000./hari. Bila Rp 20.000 dikalikan 30 hari maka penghasilan mereka perbulan sekitar Rp 600.000. Ingat, ini data tahun 2006. Kalau di "Present Value" kan ke tahun 2013, secara kasar anggap saja sama dengan Rp 1 juta/bulan.

Dengan asumsi penghasilan pengemis dan anak jalanan di Bandung sama dengan penghasilan pengemis dan anak jalanan di Jakarta, maka tidak mengherankan kalau mereka menolak dibayar Rp 700 ribu/bulan, sebagai petugas kebersihan kota Bandung, karena dengan cara memancing rasa iba dan jiwa sosial kita, mereka bisa dapat sekurangnya Rp 1 juta/bulan. Saya mengatakan sekurangnya Rp 1 juta/bulan, karena seperti di berita di atas, mereka minta dibayar Rp4 juta hingga Rp10 juta per bulan.

Banyak yang berpendapat bahwa tuntutan gaji Rp 4 juta - Rp 10 juta /bulan terlalu berlebihan. Saya juga membaca posting di Blog seorang dosen, bahwa gaji dosen ITB yang bergelar master dan doktor saja tidak sampai setengah dari Rp 10 juta. Sedangkan saya menganggap bahwa gaji/penghasilan suatu profesi juga banyak ditentukan oleh mekanisme pasar, bukan semata oleh tingkat kesulitan atau keahlian. Makin langka dan makin diperlukan suatu profesi, maka gaji/penghasilannya akan tinggi. Dan kita semua tahu bahwa tingkat "supply" petugas kebersihan bukan termasuk langka. Jadi "price" yang terbentuk dari "supply" & "demand" tidak akan masuk ke angka Rp 4 juta - Rp 10 juta /bulan.

Jadi mengapa pengemis dan anak jalanan itu berani menuntut gaji Rp 4 juta - Rp 10 juta /bulan ? Jawabannya, karena kita yang selalu "merasa iba" ini telah membuat mereka berpendapatan sekurangnya Rp 1 juta/bulan (tanpa bekerja). Kita yang "berjiwa sosial" ini telah mendidik mereka untuk nyaman di zona Tangan Di Bawah. Kitalah yang telah meracuni mereka agar berjiwa pengemis.

Pemerintah juga sering membuat keputusan yang memotivasi masyarakat untuk berposisi Tangan Di Bawah. Lihat saja, pemerintah lebih suka memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pada memanfaatkan dana tsb untuk membangun sarana agar masyarakat lebih mampu menolong dirinya sendiri (tangan di atas).

No comments:

Post a Comment

You can use HTML tags.