Sabtu Sore 24 Juli 2010, saya naik Minibus Koantas Bima jurusan Ciputat. Saya dan dua penumpang terpaksa berdiri karena tempat duduk penuh. Kondektur Koantas Bima ini seorang anak, mungkin umurnya sekitar 12 tahun. Ketika saya memberikan uang lima ribuan untuk ongkos, dia meminta uang pas (Rp 2000).
"Nggak ada!" jawab saya.
"Seribu ada?" dia masih mencoba.
"Nggak ada!" jawab saya lagi. Sebetulnya mungkin ada di salah satu saku celana atau dompet saya. Tetapi saya malas, lagi pula khan repot buka dompet sambil berdiri gelantungan?
Sesampai di perempatan Lebak Bulus, saya menagih kembalian, karena saya mau turun. Kondektur kecil itu bukan memberi saya uang kembalian Rp 3000, tetapi malah mengembalikan uang Rp 5000 yang tadi saya berikan. Berarti kali ini saya menumpang gratis!
Beberapa saat setelah saya turun dari Koantas Bima, saya mulai merasa bersalah telah mengambil uang Rp 2000 yang jadi hak si kondektur kecil. Meski rupiah kita digerogoti inflasi, sepertinya Rp 2000 masih berarti buat si kondektur kecil.
Saya bukan orang kaya, tetapi tentu saya masih lebih beruntung dari si kondektur kecil yang mengorbankan usia belianya untuk bekerja. Saya menyesal karena tidak mengikhlaskan saja uang lima ribu rupiah itu untuk si kondektur kecil .......... Mungkinkah si kondektur kecil memaafkan saya?....
Mungkin saja pak...
ReplyDeleteKalo gitu uang yg 5 ribu disodakohkan saja k kondektur kecil yg lain..
@ J.K.: Ide yang bagua. Terima kasih Mas Joko Hartono. Salam kenal.
ReplyDelete