Saat Rupiah makin melemah terhadap US Dollar, dikabarkan bahwa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bereaksi keras atas pernyataan Menteri Koordinator Perekenomian Sofyan Djalil, terkait pelemahan rupiah. Menko Perekonomian Sofyan Djali mengatakanl, bahwa Rupiah rentan melemah lantaran kiriman uang TKI ke Indonesia hanya USD 7 milyar per tahun, dibandingkan dengan kiriman peso dari Tenaga Kerja Filipina ke negaranya yang sebesar USD 20 milyar per tahun, Di Elshinta.com, saya baca bahwa, Indonesia dengan jumlah tenaga kerja di luar negeri yang lebih sedikit dibanding Filipina pada waktu tahun 2013 pun, nampaknya TKI dapat mengirim uang ke tanah air dengan nilai yang tidak terlalu jauh dibawah tenaga kerja kontrak Filipina yang pada waktu itu jumlahnya sekitar empat kali lipat. Jadi, tampaknya Tenaga Kerja Indonesia lebih mampu hidup hemat dibanding Tenaga Kerja Filipina. Apalagi, kabarnya Tenaga Kerja Filipina banyak yang merupakan tenaga terampil dan ahli, sementara Tenaga Kerja Indonesia masih banyak yang bukan tenaga terampil dan ahli, serta banyak yang bekerja di sektor rumah tangga. Tentu penghasilan Tenaga Kerja Filipina rata-rata lebih tinggi dari Tenaga Kerja Indonesia. Dengan penghasilan yang lebih tinggi dan jumlah yanglebih banyak, wajar kalau jumlah kiriman uang Tenaga Kerja Filipina ke negaranya lebih banyak dari pada jumlah kiriman uang Tenaga Kerja Indonesia ke tanah air.
Saat Rupiah makin melemah terhadap US Dollar, Mbak Tun, asisten rumah tangga di rumah kami. pulang kampung, karena mertuanya meninggal dunia. Untuk segala macam urusan rumah, kami sudah sangat tergantung pada Mbak Tun. Selama Mbak Tun pulang kampung, tumpukan pakaian kotor saya makin tinggi dari hari ke hari. Kamar juga tampak berantakan. Sudah beberapa hari ini, saya terpaksa memakai underwear sekali pakai. Terpaksa, karena bagi saya underwear sekali pakai tidak senyaman underwear biasa.
Saya sudah mulai dipaksa berpikir untuk mencari cara agar masih ada pakaian bersih yang bisa saya pakai untuk beberapa hari ke depan. Kalau dia belum kembali dalam dua hari ke depan, maka saya terpaksa ke kantor memakai celana jeans dan kemeja kotak-kotak. Hanya kemeja kotak-kotak dan celana jeans-lah yang tersisa di lemari. Saya bukan orang yang terlalu konservatif dalam berpakaian, tetapi masalahnya warna celana jeans dan kemeja saya itu sudah terlalu "belel" untuk dipakai ke tempak kerja, apalagi ke acara-acara formal. Kalau Mbak Tun belum kembali dalam dua hari ke depan, saya harus mencari tahu tempat laundry yang dekat dari tempat saya.
Saya yakin banyak di antara kita yang sudah sangat tergantung pada orang-orang yang seprofesi dengan Mbak Tun. Belum lama ini, teman saya, seorang wanita karir menulis di Facebook, mengatakan bahwa dia sangat gembira karena pengasuh anaknya akan kembali bekerja di rumahnya.
Beberapa hari kemudian teman saya itu menulis lagi di Facebook, mengatakan kegembiraannya, karena si pengasuh anak mengatakan tidak pulang waktu lebaran yang akan datang.
Membaca tulisan di Facebook teman saya itu, dan pengalaman selama Mbak Tun pergi, saya makin merasakan peran orang-orang yang seprofesi dengan Mbak Tun. Saya yakin, tanpa dibantu orang-orang yang seprofesi dengan Mbak Tun, para profesional dan para pekerja kantoran di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia akan merosot produktifitasnya. Waktu dan tenaga mereka akan tersita oleh macam-macam urusan rumah. Saya kira, orang-orang di Malaysia, Singapura, Hongkong, dan Arab Saudi juga banyak yang sangat tergantung pada orang-orang yang seprofesi dengan Mbak Tun yang bekerja sebagai TKI di sana.
Mungkin pernyataan Menko Perekonomian Sofyan Djalil, bahwa Rupiah rentan melemah lantaran kiriman uang TKI ke Indonesia hanya USD 7 milyar per tahun, dibandingkan dengan kiriman peso dari Tenaga Kerja Filipina ke negaranya yang sebesar USD 20 milyar per tahun, adalah bentuk apresiasi beliau kepada orang-orang yang seprofesi dengan Mbak Tun yang bekerja sebagai TKI di luar negeri.
No comments:
Post a Comment
You can use HTML tags.