Wednesday, May 2, 2007

Jangan Mau Jadi Guru atau Dosen!

Benar. Anda tidak salah baca. Jangan mau jadi guru atau dosen, kalau anda peduli dengan pendidikan dan hari depan bangsa. Pendidikan masih jadi barang mewah untuk sebagian besar rakyat kita. Namun tidak demikian dengan kehidupan para tenaga pendidiknya. Bukanlah hal yang mengherankan kalau seorang guru SMA di Jakarta masih harus sibuk dengan berbagai pekerjaan sampingan untuk sekedar bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Awal tahun 2005 ada seorang Doktor, dosen perguruan tinggi ternama, setelah terkatung-katung tiga hari tak mampu bayar ICU, akhirnya meninggal karena leukemia di sebuah Rumah Sakit di Jakarta. (Tulisan Nining I Soesilo di Kompas, Doctor Miscellaneous Causa). Pada peringatan Hardiknas 2 Mei 2007, Mendiknas mengakui, pemerintah baru bisa menganggarkan 11,8 persen APBN untuk pendidikan. Padahal Undang Undang mengamanatkan anggaran pendidikan 20 persen dari dana APBN. Ternyata gaji seorang Guru Besar yang sudah berdinas sekitar 40 tahun hanya sekitar Rp 2.7 juta sebulan. Hanya sekitar 1/15 x gaji anggota DPR (Tulisan Ahmad Syafii Maarif di Republika, Nasib Profesor di Indonesia). Tentu saja, ada juga guru dan dosen yang hidup berkecukupan. Tetapi bisa dipastikan, itu diperoleh dari sumber penghasilan lain. Artinya mereka tidak sepenuhnya menekuni profesi sebagai guru dan dosen. Bukan tidak mungkin, guru dan dosen pada prakteknya hanya jadi pekerjaan sambilan bagi mereka. Dengan kenyataan ini, mana mungkin kualitas lulusan perguruan tinggi kita akan sebaik lulusan perguruan tinggi di negeri tetangga, misalnya? Dengan rendahnya mutu lulusan kita, bagaimana mungkin mampu bersaing pada tingkat regional, apalagi internasional? Karena itu, jangan mau jadi guru atau dosen. Lho!? Bagaimana nasib pendidikan kita kalau tidak ada yang mau jadi guru dan dosen? Justru inilah jalan yang harus ditempuh untuk menyelamatkan pendidikan nasional. Kalau tidak ada yang mau jadi guru dan dosen, maka guru dan dosen akan menjadi profesi langka. Sementara kebutuhan terhadap profesi guru dan dosen akan tetap ada dan meningkat, maka mekanisme supply-demand akan mengangkat guru dan dosen ke posisi finansial dan status sosial yang lebih baik. Jika guru dan dosen telah menjadi profesi bergengsi, maka akan banyak yang berminat menekuni profesi ini. Kalau banyak yang berminat, maka seleksi alam akan memilih yang terbaik. Memang hanya yang terbaik yang pantas menjadi guru dan dosen, pendidik generasi penerus kita. Selamat Hari Pendidikan Nasional!

7 comments:

  1. harusnya judulnya dilanjutkan: ...kalau tidak ingin hidup melarat! tapi, saya dengar, dosen di UPH atau guru di Al Azhar gajinya gueddeee lho...

    ReplyDelete
  2. kalo nggak ada yg mau jadi guru/dosen, pemerintah bisa import dari negeri seberang.
    Apa nasib guru dosen nggak makin ancur?

    ReplyDelete
  3. @firman firdaus
    Mestinya semua guru digaji seperti di Al Azhar & semua dosen digaji seperti di UPH. Kapan ya?

    @anonymous
    Kata Pak Teguh Juwarno, juru bicara Mendiknas, sekarang rasio guru : murid sudah 1:14. Sudah melebihi Singapura dan Malaysia. (Republik Mimpi, MetroTV, 6 Mei 07).
    Jadi, jumlah guru harusnya jangan ditambah lagi.

    ReplyDelete
  4. guru ohhh guru ...

    ReplyDelete
  5. @ Anonymous:
    'moga kualitas guru-guru kita makin baik.
    Salam

    ReplyDelete
  6. saya suka argumentasi-kritis anda...!!!

    ReplyDelete
  7. @ Mas Ian: Terima kasih.
    Saya sdh tengok blog anda. Kebetulan saya termasuk pecinta gratis juga :)

    ReplyDelete

You can use HTML tags.