Thursday, September 18, 2008
Zakat Langsung vs Zakat Tidak Langsung
KH Didin Hafihudin, menyarankan kepada para pemberi zakat, untuk menyalurkan zakatnya melalui badan amil zakat.Tentu hal ini bukan semata-mata karena beliau adalah Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Menurutnya, dengan melalui lembaga amil zakat, dana yang dihimpun akan digabungkan dengan yang lain sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk yang lebih baik.
"Jika pemberian dilakukan lewat lembaga, dana zakat menjadi kekuatan dasyat. Dana yang begitu besar itu dapat dimanfaatkan tidak hanya dalam bentuk uang tapi pendidikan seperti sekolah gratis, pengobatan gratis dan lainnya sehingga pemanfaatannya lebih untuk mensejahterakan masyarakat," kata KH Didin Hafihudin.
Seorang teman saya termasuk yang memilih memberi secara langsung. Alasannya, pemberi zakat lebih tahu tentang orang-orang miskin di sekitarnya, yang memang betul-betul perlu dibantu. Seorang rekan yang lain merasa bahwa selama ini dia tidak pernah mendengar ada badan amil zakat yang membagi-bagikan zakatnya ke orang tidak mampu. Dia mempertanyakan "Duitnya di kemanain ya?". Jadi intinya sebagian orang masih kurang percaya dengan badan amil zakat
Saya agak heran membaca berita bahwa Presiden SBY meminta Menteri Agama Maftuh Basyuni dan Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Sutanto untuk membuat model pemberian zakat secara langsung yang aman dan tidak menimbulkan korban. Apakah Presiden SBY mendukung pemberian zakat secara langsung padahal oleh banyak pihak dikhawatirkan hanya dapat memenuhi kebutuhan konsumtif penerima zakat. Apakah beliau tidak melihat besarnya manfaat yang dapat diperoleh dari hasil sinergi dana zakat jika dikelola oleh lembaga amil yang profesional dan jujur? Tampaknya Presiden SBY menyadari, tidak mudah mengubah persepsi masyarakat yang masih belum percaya pada lembaga zakat. Oh...what a low trust society.....?
Ada gagasan menarik dari KH Miftachul Akhyar, Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur. Beliau menyarankan, para muzakki (pemberi zakat) yang mengeluarkan zakatnya dalam jumlah besar agar memberikan hartanya kepada beberapa orang mustahiq (penerima zakat) saja, dan tidak perlu dibagikan secara massal. Kiai Miftah menilai, pembagian zakat yang dilakukan oleh seorang muzakki di Pasuruan yang berbuntut ”kecelakaan” itu tidaklah bijak. Selain penuh resiko, dengan cara seperti itu setiap orang hanya mendapatkan jatah yang kecil dan uang yang diterima akan langsung habis.
Menurut beliau, mestinya zakat diberikan kepada beberapa orang saja. Sebelum zakat diberikan, muzakki memberikan imbauan dan bimbingan kepada mustahiq agar uang zakat tersebut dapat digunakan sebagai modal usaha. agar tahun depan mereka tidak lagi datang sebagai mustahiq, tapi sudah menjadi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat). ”Kalau menggunakan model ini, maka jumlah orang miskin semakin lama akan semakin berkurang,” kata KH Miftachul Akhyar.
Bagaimana menurut anda?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
You can use HTML tags.