Saya merasa canggung duduk di sadel belakang sepeda motor yang dikendarai Mbak Ida Royani. Saya tidak tahu, apakah Mbak Ida Royani merasakan kecanggungan saya yang duduk di belakang punggungnya selama perjalanan dari Metro Pondok Indah ke Mampang Prapatan, Jumat malam, 6 Mei 2016 yang lalu. Hanya pada waktu masih kanak kanak saya duduk di sadel belakang sepeda motor yang dikendarai perempuan, baik itu tante atau kakak kakak perempuan saya. Setelah remaja dan dewasa, saya tidak pernah lagi duduk di sadel belakang sepeda motor yang dikendarai perempuan. Setelah remaja dan dewasa, sayalah yang mengemudi, dan perempuan perempuan itu yang duduk di belakang punggung saya.
Pada waktu masih kanak kanak, sewaktu duduk di sadel belakang sepeda motor, saya harus memegang atau memeluk erat erat pinggang tante atau kakak kakak perempuan saya yang mengemudi sepeda motor. Mereka akan menegur saya kalau pegangan atau pelukan saya kurang erat. "Pegangan yang kuat. Nanti jatuh!" Seperti itulah kurang lebih yang mereka katakan. Sekarang saya bukan lagi anak anak, dan Mbak Ida Royani bukan tante ataupun kakak perempuan saya. Meskipun duduk tepat di belakang punggungnya, saya tidak mungkin memegang atau memeluk pinggang Mbak Ida Royani. Duduk dibelakang punggungnya saja saya sudah canggung.
Sebelum terlalu jauh, saya jelaskan dahulu bahwa Mbak Ida Royani yang saya ceritakan di posting ini bukan Ida Royani penyanyi dan pemain film pada era 70 an yang sering tampil dalam film bersama Benyamin Sueb. Namanya pun baru saya ketahui beberapa waktu yang lalu pada aplikasi pemesanan ojek online.
Waktu itu, Jumat malam, 6 Mei 2016, sekitar jam 10 malam, di sekitar Jalan Metro Pondok Indah, Jakarta Selatan, saya memesan ojek online Grab Bike. Beberapa saat kemudian, di layar ponsel saya muncul notifikasi "We 've found you a driver". Di bawah notifikasi, ada foto dan nama pengemudi Grab Bike yang mengambil order saya. Tidak biasanya, ternyata kali ini nama pengemudi Grab Bike yang akan mengantar saya adalah nama perempuan: Ida Royani.
Semula saya masih belum yakin, pengemudi yang mengambil order saya adalah seorang perempuan. Saya memang pernah mendengar ada beberapa pengemudi ojek perempuan. Saya juga pernah 3 kali naik taksi yang dikemudikan pengemudi perempuan. (Satu di antara pengemudi taksi perempuan itu mengatakan, sebelumnya dia adalah pengemudi Bus TransJakarta). Meskipun demikian, saya mengira, pengemudi-pengemudi ojek perempuan dan pengemudi-pengemudi taksi perempuan tidak bekerja sampai larut malam. Saya masih menganggap, jalanan Jabodetabek di malam hari tidak cukup ramah kepada perempuan.
Sesaat kemudian, ponsel saya berdering. Saya mendengar suara perempuan menanyakan lokasi tempat saya ingin dijemput. Setelah itu, saya baru yakin, pengemudi Grab Bike yang akan mengantar saya memang seorang perempuan. Tidak lama kemudian, perempuan pengemudi Grab Bike itu datang. Saya tidak dapat melihat wajah Mbak Ida Royani, pengemudi Grab Bike ini, karena dia memakai penutup wajah.
Saya sampai di tempat tinggal saya sekitar jam 22:30. Setelah membayar, saya berpesan kepada Mbak Ida Royani: "Hati-hati ya Mbak." Dia menjawab dengan mengingatkan saya untuk memberikan bintang di laman review aplikasi Grab Bike.
Setelah itu Mbak Ida Royani kembali memacu sepeda motornya menembus malam Jakarta. Mungkin bagi Mbak Ida Royani, pesan agar berhati hati sudah terlalu biasa dan tidak beda dengan basa basi. Tampaknya pesan semacam itu tidak lebih penting dari jumlah bintang yang diberikan customer pada laman review aplikasi Grab Bike.
Meskipun demikian, saya tetap menganggap, seharusnya pengemudi-pengemudi taksi perempuan dan pengemudi-pengemudi ojek perempuan seperti Mbak Ida Royani tidak bekerja sampai larut malam. Bagi saya, jalanan Jabodetabek di malam hari tidak cukup ramah kepada perempuan, termasuk kepada Mbak Ida Royani.
Belakangan saya berpikir mengapa Mbak Ida Royani selalu menutup wajahnya. Sejak menjemput saya di Metro Pondok Indah sampai mengantar saya ke Mampang Prapatan, saya tidak pernah melihat wajahnya. Sepertinya, menutup wajah adalah semacam pertahanan bagi Mbak Ida Royani terhadap ketidakramahan jalanan Jabodetabek di malam hari kepada perempuan.
Pada waktu masih kanak kanak, sewaktu duduk di sadel belakang sepeda motor, saya harus memegang atau memeluk erat erat pinggang tante atau kakak kakak perempuan saya yang mengemudi sepeda motor. Mereka akan menegur saya kalau pegangan atau pelukan saya kurang erat. "Pegangan yang kuat. Nanti jatuh!" Seperti itulah kurang lebih yang mereka katakan. Sekarang saya bukan lagi anak anak, dan Mbak Ida Royani bukan tante ataupun kakak perempuan saya. Meskipun duduk tepat di belakang punggungnya, saya tidak mungkin memegang atau memeluk pinggang Mbak Ida Royani. Duduk dibelakang punggungnya saja saya sudah canggung.
Sebelum terlalu jauh, saya jelaskan dahulu bahwa Mbak Ida Royani yang saya ceritakan di posting ini bukan Ida Royani penyanyi dan pemain film pada era 70 an yang sering tampil dalam film bersama Benyamin Sueb. Namanya pun baru saya ketahui beberapa waktu yang lalu pada aplikasi pemesanan ojek online.
Waktu itu, Jumat malam, 6 Mei 2016, sekitar jam 10 malam, di sekitar Jalan Metro Pondok Indah, Jakarta Selatan, saya memesan ojek online Grab Bike. Beberapa saat kemudian, di layar ponsel saya muncul notifikasi "We 've found you a driver". Di bawah notifikasi, ada foto dan nama pengemudi Grab Bike yang mengambil order saya. Tidak biasanya, ternyata kali ini nama pengemudi Grab Bike yang akan mengantar saya adalah nama perempuan: Ida Royani.
Semula saya masih belum yakin, pengemudi yang mengambil order saya adalah seorang perempuan. Saya memang pernah mendengar ada beberapa pengemudi ojek perempuan. Saya juga pernah 3 kali naik taksi yang dikemudikan pengemudi perempuan. (Satu di antara pengemudi taksi perempuan itu mengatakan, sebelumnya dia adalah pengemudi Bus TransJakarta). Meskipun demikian, saya mengira, pengemudi-pengemudi ojek perempuan dan pengemudi-pengemudi taksi perempuan tidak bekerja sampai larut malam. Saya masih menganggap, jalanan Jabodetabek di malam hari tidak cukup ramah kepada perempuan.
Sesaat kemudian, ponsel saya berdering. Saya mendengar suara perempuan menanyakan lokasi tempat saya ingin dijemput. Setelah itu, saya baru yakin, pengemudi Grab Bike yang akan mengantar saya memang seorang perempuan. Tidak lama kemudian, perempuan pengemudi Grab Bike itu datang. Saya tidak dapat melihat wajah Mbak Ida Royani, pengemudi Grab Bike ini, karena dia memakai penutup wajah.
Saya sampai di tempat tinggal saya sekitar jam 22:30. Setelah membayar, saya berpesan kepada Mbak Ida Royani: "Hati-hati ya Mbak." Dia menjawab dengan mengingatkan saya untuk memberikan bintang di laman review aplikasi Grab Bike.
Setelah itu Mbak Ida Royani kembali memacu sepeda motornya menembus malam Jakarta. Mungkin bagi Mbak Ida Royani, pesan agar berhati hati sudah terlalu biasa dan tidak beda dengan basa basi. Tampaknya pesan semacam itu tidak lebih penting dari jumlah bintang yang diberikan customer pada laman review aplikasi Grab Bike.
Meskipun demikian, saya tetap menganggap, seharusnya pengemudi-pengemudi taksi perempuan dan pengemudi-pengemudi ojek perempuan seperti Mbak Ida Royani tidak bekerja sampai larut malam. Bagi saya, jalanan Jabodetabek di malam hari tidak cukup ramah kepada perempuan, termasuk kepada Mbak Ida Royani.
Belakangan saya berpikir mengapa Mbak Ida Royani selalu menutup wajahnya. Sejak menjemput saya di Metro Pondok Indah sampai mengantar saya ke Mampang Prapatan, saya tidak pernah melihat wajahnya. Sepertinya, menutup wajah adalah semacam pertahanan bagi Mbak Ida Royani terhadap ketidakramahan jalanan Jabodetabek di malam hari kepada perempuan.
No comments:
Post a Comment
You can use HTML tags.